BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
tidak akan pernah lepas dari yang namanya obat. Karena berbagai macam penyakit
selalu mengincar manusia. Tak kenal usia maupun jenis kelamin. Baik tua – muda,
besar – kecil, perempuan maupun laki-laki, bahkan balita pun tak akan lepas
dari incaran penyakit. Dan menyembuhkan suatu penyakit itu hanya dengan cara
diobati. Berbagai macam bentuk obat beredar di pasaran dengan berbagai macam
kegunaan dan khasiat untuk menahan rasa sakit atau mengobati. Dalam
penggunaannya harus ada resep dari dokter. Jadi setiap penggunaannya tidak asal
dikonsumsi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan sediaan parental?
2.
Apa
saja macam-macam sediaan parental?
3.
Apa
saja komposisi sediaan parental?
C.
Tujuan
Memberikan pengertian tentang sediaan parental. Dan mengetahui macam-macam sediaan parental
itu sendiri. Juga memberikan contoh komposisi sediaan parental sehingga tidak
salah dalam penggunaan obat tersebut. Karena jika dalam penggunaan obat itu
tidak sesuai dengan aturan obat tersebut akan beralih dari kegunaan
awalnya,yang semestinya dapat mengobati malah akan menjadi racun bagi tubuh.
BAB II
ISI
A.
DEFINISI
Sediaan
parenteral adalah sediaan yang
digunakan tanpa melalui mulut atau dapat dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke
pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai
sasaran. Misal suntikan atau insulin.
Injeksi dan
infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parentral. Injeksi dapat
berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam
cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering. Apabila mau dipakai baru
ditambahkan aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
Injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus
dilakukan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral,
suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui
kulit atau selaput lendir. Pembuatan sediaan yang akan digunakan
untuk injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan
asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir
injeksi harus diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak
tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.
Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik
tergantung pada sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan
fisika serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat tidak
stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai serbuk
kering yang bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat
akan diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi partikel
obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan
adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut
yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air, maka obat
suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan
air, seperti minyak nabati.
Bila larutan
air yang diinginkan, maka dapat digunakan garam yang dapat larut dari obat yang
tidak larut untuk memenuhi sifat-sifat kelarutan yang diisyratkan. Larutan air
atau larutan yang bercampur dengan darah dapat disuntikan langsung kedalam
aliran darah. Cairan yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik
berminyak atau suspensi, dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem
peredaran darah dan umumnya digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena.
Waktu
mulai dan lamanya obat dapat diatur sesuai dengan bentuk kimia obat yang
digunakan. Keadaan fisik obat suntik (larutan atau suspensi), dan pembawa yang
digunakan. Obat yang sangat larut dalam cairan tubuh umumnya paling cepat
diabsorbsi dan mula kerjanya paling cepat. Artinya, obat dalam
larutan air mempunyai mula kerja yang lebih cepat dari pada obat dalam larutan
minyak. Alasanya adalah sediaan dalam air lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh
sesudah disuntikkan dan kemudian kontak partikel obat dengan cairan tubuh
menjadi lebih cepat. Seringkali, dibutuhkan kerja obat yang lebih panjang untuk mengurangi
pengulangan pemberian suntikan. Jenis suntikan dengan kerja yang panjang biasa
disebut jenis sediaan “depot” atau “repository”.
Dalam
pembuatan obat suntik, syarat utamanya ialah obat harus steril, tidak
terkonaminasi bahan asing, dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas. Infus
intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam
vena dalam volume relatif banyak. Emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar. Diameter
fase dalam tidak lebih dari 5 μm. kecuali dinyatakan lain, infus intravenous
tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan
untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel. Emulsi untuk
infus intravenous setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan
fase (FI III).
B.
Macam Volume Sediaan
Parental
Ø Sediaan Parenteral volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk
intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml (FI IV).
Tujuan Penggunaan
1.
Bila tubuh kekurangan air,
elektrolit dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus cepat diganti.
2.
Pemberian infus memiliki keuntungan
karena tidak harus menyuntik pasien berulangkali.
3.
Mudah mengatur keseimbangan keasam
dan kebasaan obat dalam darah.
4.
Sebagai penambah nutrisi bagi
paseien yang tidak dapat makan secara oral ..
5.
Berfungsi sebagai dialisa pada
pasien gagal ginjal.
Syarat-syarat
parenteral volume besar
·
Steril
·
Bebas Pirogen
Sediaan Parenteral Volume Besar
harus steril dan bebas pirogen karena :
1.
Sediaan diinjeksikan langsung
kedalam aliran darah (i.v).
2.
Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan
daerah gigi (larutan penguras).
3.
Sediaan langsung berhubungan dengan
darah (hemofiltrasi).
4.
Sediaan langsung ke dalam tubuh
(dialisa peritoneal).
5.
Bebas dari bahan pertikulat jernih,
karena dapat menyebabkan emboli.
6.
Dikemas dalam wadah dosis tunggal
7.
Tidak mengadung bahan baktersid
karena volume cairan terlalu besar.
8.
Isotonis dan isohidris
Ø Sediaan Parenteral Volume Kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas dalam wadah di bawah 100 ml.
Kategori sediaan parenteral volume
kecil :
1.
Produk Farmaseutikal yang terdiri
dari bahan kimia organik dan anorganik dalam larutan, suspensi, emulsi, produk
freezedried atau sebagai serbuk steril.
2.
Produk Biologi yang disiapkan dari
sumber biologi meliputi vaksin, toksoid, ekstrak biologi.
3.
Zat pendiagnosa seperti media
kontras sinar x.
4.
Produk radiofarmasi untuk deteksi
dan diagnosis.
5.
Produk gigi seperti anestetik lokal.
6.
Produk bioteknologi.
7.
Produk liposom dan lipid.
Menurut Definisi Dalam Farmakope,
Sediaan Steril Untuk Kegunaan Parenteral Digolongkan Menjadi 5 Jenis Yang
Berbeda, Yaitu:
1.
Obat, larutan, atau emulsi yang
digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama: injeksi.
Contoh: Injeksi Insulin
2. Sediaan padat kering atau cairan
pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan
larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan
injeksi. Kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril.
Contoh: Sodium steril
3.
Sediaan seperti tertera pada no. 2,
tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain
dan dapat dibedakan dari nama bentuknya: untuk injeksi.
Contoh: Methicillin Sodium untuk
injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau ke dalam
saluran spinal. Kita dapat membedakannya dari nama bentuknya: suspensi steril.
Contoh: Cortison Suspensi steril
5. Sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan pembawa yang sesuai. kita dapat membedakan
dari nama bentuknya: steril untuk suspense.
Persyaratan
sediaan parenteral
1.
Sesuai antara kandungan bahan obat
yang ada didalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak
terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara
kimiawi dan sebagainya.
2.
Penggunaan wadah yang cocok, sehingga
tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril , tetapi juga mencegah terjadinya
ineraksi antara bahn obat dengan material dinding wadah.
3.
Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4.
Bebas kuman.
5.
Bebas Pirogen.
6.
Isotonis.
7.
Isohidris.
8.
Bebas partikel melayang
Cara Pemberian
obat Parenteral
1.
Subkutan atau dibawah kulit (s.c),
yaitu disuntikkan kedalam tubuh melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk
kedalam jaringan bawah kulit. Volume yang diberikan tidak lebih dari 1 ml.
2.
Intramuskular (i.m) yaitu disuntikan
kedalam jaringan otot,umumnya otot paha atau pantat.
3.
Intravena (i.v) yaitu disuntikkan
kedalam pembuluh darah.
4.
Intraspinal, yaitu disuntikkan
kedalam sumsum tulang belakang.
5. Peritoneal, yaitu kateter dimasukkan
kedalam rongga perut dengan operasi untuk tempat memasukkan cairan steril CAPD
( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis).
6.
Intra artikular, yaitu disuntikkan
kedalam sendi.
7.
Intradermal, yaitu disuntikkan
kedalam kulit.
Sediaan parental dibagi menjadi 2 macam yaitu :
Sediaan parental dibagi menjadi 2 macam yaitu :
C.
Komposisi sediaan parenteral
1.
Bahan aktif
2.
Bahan tambahan
a. Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan
sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu
digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b. Bahan antimikroba atau pengawet (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh
ditambahkan untuk sediaan infus)
contoh : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
contoh : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c. Buffer (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan untuk sediaan
infus)
contoh : Asetat, Sitrat, Fosfat.
contoh : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alkohol, Gliserin, Polietilen
glikol, Propilen glikol, Lecithin
g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i.
Bahan pelindung : Dekstrosa,
Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
j.
Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol,
Sorbitol, Gliserin.
3. Pembawa
a. Pembawa air
b. Pembawa nonair dan campuran
Minyak nabati :
Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen
Pelarut
bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300.
Dasar-Dasar
Formulasi
1. Pengaruh Cara Suntik (Rute pemberian)
2. Pengaruh Pembawa
Zat Pembawa
berair yaitu Air untuk injeksi digunakan sebagai zat pembawa untuk injeksi
berair. Injeksi Natrium Klorida, Injeksi Natrium klorida majemuk, injeksi
Glukosa, campuran Gliserol dan etanol atau zat pembawa berair lainnya dapat
juga digunakan. Zat pembawa berair harus memenuhi syarat Uji Pirogenitas. Air
ini dapat dibuat dengan metoda destilasi atau dengan metoda osmosis terbalik.
Zat pembawa
tidak berair umumnya digunakan Minyak untuk Injeksi. Minyak untuk injeksi atau
olea pro injectione, meliputi minyak lemak, ester asam lemak tinggi baik alam
ataupun sintetis.
Minyak untuk
injeksi harus memenuhi syarat Olea Pinguia dan memenuhi syarat berikut :
·
Harus jernih pada suhu 10 0C
·
Tidak berbau tengik atau asing
·
Bilangan asam 0.2 sampai 0.9
·
Bilangan Iodium 79 sampai 128
·
Bilangan penyabunan 189 sampai 200
·
Harus bebas minyak mineral.
3.
Pengaruh Eksipien
·
Zat Pendapar
Perubahan
pH sediaan dapat terjadi karena reaksi penguraian zat, pengaruh wadah
gelas/plastik dan pengaruh gas serta tekanan terhadap zat khasiat sehingga
diperlukan pendapar yang dapat mempertahankan pH sediaan. pH yang baik adalah kapasitas
dapar yang dimilikinya memungkinkan penyimpanan lama dan darah dapat
menyesuaikan diri serta pH ideal = 7,4 sesuai pH darah. Bila pH > 9 terjadi
nekrosis pada jaringan dan bila pH < 3 sangat sakit waktu disuntikkan.
·
Pengaruh penambahan
anti oksidan
Zat
khasiat dapat terurai akibat oksidasi sehingga untuk mengatasinya dapat
ditambahkan suatu anti oksidan yaitu zat yang mempunyai potensial oksidasi
lebih rendah dari zat khasiatnya
·
Pengaruh penambahan
anti mikroba
Anti
mikroba perlu ditambahkan untuk sediaan parenteral yang dipakai berkali-kali
(dosis terbagi). Kadang-kadang ditambahkan pada dosis tunggal yang tidak ada
sterilisasi akhir
·
Pengaruh Tonisitas
Definisi
isotonis adalah larutan parenteral yang mempunyai tekanan osmosa sama dengan
plasma darah. Bila larutan parenteral mempunyai tekanan osmosa lebih rendah
dari plasma darah disebut hipotonis sedangkan bila tekanan osmosanya lebih
tinggi disebut hipertonis.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi serta mencegah hemolisa maka sediaan parenteral sebaiknya harus isotonis. Sediaan yang isotonis ini tidak selalu dapat dicapai mengingat kadang-kadang diperlukan zat khasiat dengan dosis tinggi untuk mendapatkan efek farmakologi sehingga isotonis terlampaui (larutan sedikit hipertonis)
Untuk mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi serta mencegah hemolisa maka sediaan parenteral sebaiknya harus isotonis. Sediaan yang isotonis ini tidak selalu dapat dicapai mengingat kadang-kadang diperlukan zat khasiat dengan dosis tinggi untuk mendapatkan efek farmakologi sehingga isotonis terlampaui (larutan sedikit hipertonis)
Faktor
fisiko kimia pembuatan sediaan parenteral
1. Kelarutan
Umumnya obat untuk membuat sediaan parenteral volume besar mudah larut sehingga kelarutan jarang menjadi hambatan. Kelarutan penting diperhatikan bila sediaan dipakai sebagai pembawa obat lain atau terjadinya kristal dari beberapa zat seperti manitol (13 g dlm 100 ml pada suhu 14 0C).
Umumnya obat untuk membuat sediaan parenteral volume besar mudah larut sehingga kelarutan jarang menjadi hambatan. Kelarutan penting diperhatikan bila sediaan dipakai sebagai pembawa obat lain atau terjadinya kristal dari beberapa zat seperti manitol (13 g dlm 100 ml pada suhu 14 0C).
2. pH
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat berpengaruh pada darah, kestabilan obat dan berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik dan tutup karet. pH darah normal : 7,35 – 7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume basar mempunyai pH diluar batas tsb dapat menyebabkan masalah. pada tubuh.
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat berpengaruh pada darah, kestabilan obat dan berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik dan tutup karet. pH darah normal : 7,35 – 7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume basar mempunyai pH diluar batas tsb dapat menyebabkan masalah. pada tubuh.
3. Pembawa
Umumnya digunakan pembawa air. Bila berupa emulsi, partikel tidak boleh lebih besar dari 0,5 μm.
Umumnya digunakan pembawa air. Bila berupa emulsi, partikel tidak boleh lebih besar dari 0,5 μm.
4.
Cahaya dan Suhu
Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat.
Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat.
Contoh
vitamin harus disimpan dalam wadah terlindung cahaya.
5. Faktor Kemasan/ wadah
Bahan
pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume
basar seperti gelas, plastik dan tutup karet. Kandungan mikroba dari komponen
kemasan sediaan parenteral dapat memberikan kontaminasi, misalnya dari
komposisi, selama transportasi dan kondisi penyimpanan produk parenteral.
BAB
III
KESIMPULAN
A.
Keuntungan :
1.
Efek obat dapat diramalkan dengan
pasti.
2.
Bioavabiltas sempurna atau hampir
sempurna.
3.
Kerusakan obat dalam tractus
gastrointestinalis dapat dihindarkan .
4.
Obat dapat diberikan kepada
penderita yang sedang sakit keras ataupun koma.
B.
Kelemahan :
1.
Pemberian sediaan parenteral harus
dilakukan oleh personal yang terlatih dan membutuuhkan waktu pemberian yang
lebih lama
2.
Pemberian obat secara parenteral
sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptic rasa nyeri pada lokasi
penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari
3.
Bila obat telah diberikan secara
parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena
obat telah berada dalam sirkulasi sistemik
4.
Harganya relatif lebih mahal, karena
persyaratan manufaktur dan pegemasan
5.
Masalah lain dapat timbul pada
pemberian obat secara parenteral dan interaksi obat secara parenteral seperti
septisema, infeksi jamur, inkompatibilitas karena pencampuran sediaan
parenteral dan interaksi obat
6.
Persyaratan sediaan parenteral
tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan stabilitas
parenteral harus oleh semua personel yang terlihat.
C.
Sediaan parenteral yaitu sediaan
yang digunakan tanpa melalui mulut atau dapat dikatakan obat dimasukkan de
dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke pembuluh darah) sehingga
memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran.
D.
Injeksi dan infus termasuk semua
bentuk obat yang digunakan secara parentral.
E.
Sediaan parental dibagi menjadi 2
macam yaitu : sediaan parenteral volume kecil dan sediaan parenteral volume
besar
F.
Faktor fisiko kimia pembuatan
sediaan parenteral kelarutan, pH, pembawa, cahaya/suhu dan faktor kemasan/
wadah.
G.
Persyaratan sediaan parenteral
terdiri atas : sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan
dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas
selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya,
penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril, tersatukan tanpa terjadi reaksi, bebas kuman, bebas pirogen, isotonis,
isohidris dan bebas partikel melayang
H.
Komposisi sediaan parenteral terdiri
atas bahan aktif, bahan tambahan dan pembawa
I.
Evaluasi sediaan parenteral
potensi/kadar, ph, warna,kekeruhan, bau, tokterdiri atas evaluasi terhadap
sisistas, evaluasi wadah, keseragaman bobot dan keseragaman volume.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Martin, A.N. 1970. Physical Pharmacy. Second edition.
Lea and Febiger, Philadelphia.
Anief, M. 1990. ”Ilmu Meracik Obat”. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
http://www.csu.edu.au/division/studserv/maths/pdfs/medicationcalculationspart2
http://elizuraida.multiply.com/journal/item/3
http://pharmacistmuslim.blogspot.com/2010/07/injeksi-pelarut-non-air.html
http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/obat.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar